From: Suriah
Suatu kali Abu Nawas meminta izin Harun Al-Rasyid untuk meminta seekor keledai dari setiap suami di kerajaan itu yang terbukti takut pada istrinya. Beberapa saat kemudian, ketika Khalifah sedang duduk di jendela istana, dia melihat kepulan debuh di cakrawala. Segera saja dia tahu Abu Nawas sedang menggiring kawanan keledai ke pasar ternak. “Apa artinya ini, Abu Nawas?” tanyanya.
“Inilah keadaan kerajaan paduka yang menyedihkan, Tuanku,” kata Abu Nawas. “Bukankah paduka memberi izin pada hamba meminta seekor keledai dari setiap pria yang takut pada istrinya? Omong-omong, di perjalanan hamba melihat seorang gadis dengan pipi bagaikan buah delima. Hamba segera ingat paduka ...”
“Shh!” bisik Khalifah. “Ratu Zubeida sedang duduk di balik tirai itu. Dia akan mendengarmu!”
“Tuanku,” kata Abu Nawas, “dari rakyat di negeri paduka hamba telah meminta seekor keledai; untuk raja dendanya dua ekor keledai. Mohon keledainya yang berbulu putih.”
Suatu kali Abu Nawas meminta izin Harun Al-Rasyid untuk meminta seekor keledai dari setiap suami di kerajaan itu yang terbukti takut pada istrinya. Beberapa saat kemudian, ketika Khalifah sedang duduk di jendela istana, dia melihat kepulan debuh di cakrawala. Segera saja dia tahu Abu Nawas sedang menggiring kawanan keledai ke pasar ternak. “Apa artinya ini, Abu Nawas?” tanyanya.
“Inilah keadaan kerajaan paduka yang menyedihkan, Tuanku,” kata Abu Nawas. “Bukankah paduka memberi izin pada hamba meminta seekor keledai dari setiap pria yang takut pada istrinya? Omong-omong, di perjalanan hamba melihat seorang gadis dengan pipi bagaikan buah delima. Hamba segera ingat paduka ...”
“Shh!” bisik Khalifah. “Ratu Zubeida sedang duduk di balik tirai itu. Dia akan mendengarmu!”
“Tuanku,” kata Abu Nawas, “dari rakyat di negeri paduka hamba telah meminta seekor keledai; untuk raja dendanya dua ekor keledai. Mohon keledainya yang berbulu putih.”
0 comments:
Post a Comment